Pages

Monday, June 16, 2014

Yogyakarta - Memikat di Setiap Sudut (Epilog)

30 Jumat 2014, pagi hari Stasiun Tugu Yogyakarta.

Stasiun Tugu sebagai pintu keluar
Kereta api Argo Lawu ini bergerak melewati deretan sawah, membelah pegunungan di sebelah kanan dan kiri. Bergerak terus menuju Gambir, Jakarta selama lebih kurang tujuh jam. Di dalam gerbong pertama, saya tertidur pulas begitu kereta mulai berjalan. Siang hari, petugas kereta membangunkan saya untuk makan siang.

Hampir sepuluh hari sudah saya pergi traveling. Setengahnya dengan teman-teman dan setengahnya sendirian. Dan hari ini perjalanan pulang dimulai dengan tujuh jam perjalanan kereta api. Sampai Gambir, menuju bandara Soekarno-Hatta harus melalui 3 jam macetnya Jakarta.

Dan untuk merasakan sedikit sensasi 'backpacker', malamnya saya mencoba menginap di bandara. Nginap di bandara ternyata gampang-gampang susah. Tidak susah nyari kursi kosong. Karena sendirian, untuk menjaga backpack, kaki ditaruh diatas backpack. Setelah tertidur, kira-kira jam 2 pagi terbangun karena suara ribut. Ternyata di samping saya sudah ada rombongan ibu bapak. Terpaksa harus nyari tempat kosong lagi. Ternyata ini rasanya tidur di airport...

Perjalanan pulang berikutnya dengan pesawat kemudian disambung dengan kereta api Medan-Siantar. Akhirnya perjalanan saya berakhir.

Awalnya, ide untuk bepergian sendiri itu terasa aneh. Namun, karena pengaruh teman (yang sudah melakukan solo travel) dan blog-blog travel yang ditulis oleh backpacker saya mulai berpikir, 'kenapa ga?'.
Dan benar kata mereka para backpacker, flashpacker, dll bahwa kita akan kecanduan.

Salam travel.

Friday, June 13, 2014

Yogyakarta - Memikat di Setiap Sudut (III)

Yogyakarta, 29 Mei 2014

Hari ini rencananya hanya mengunjungi Candi Prambanan setelah itu mengunjungi Keraton. Belajar dari pengalaman semalam, hari ini bangun lebih pagi. Langsung breakfast, dan naik Trans Jogja. Perjalanan tidaklah lama. Begitu sampai di terminal, saya berjalan kaki ke Taman Wisata Prambanan. Jalan kaki sebenarnya jauh, tapi karena masih pagi dan cuaca cukup bersahabat jadi saya memilih berjalan kaki.

Kondisi dan suasana Prambanan hampir mirip dengan Borobudur. Hanya di sini lebih sedikit turisnya, mungkin karena masih pagi. Kebanyakan anak-anak sekolah. Sesampainya di depan candi, ga tahu kenapa cuman kagum dan sedikit merinding melihat Candi-candinya. Mungkin kalau Borobudur sudah sering dilihat lewat layar kaca sedangkan Candi Prambanan hampir tidak pernah.

Candi Prambanan
Menurut beberapa blog dan website, Candi Prambanan merupakan Candi Hindu termegah dan terindah di dunia. Ada juga rumor yang mengatakan Candi Prambanan lebih tinggi beberapa meter daripada Borobudur.

Untuk memasuki Candi Prambanan kita diharuskan memakai kain batik yang untuk memakainya saja ada tata caranya. Di Prambanan juga, Gunung Merapi terlihat lebih dekat. Kali ini kamera sudah ready, jadi ga usah takut lowbat lagi. Ada dua candi yang lagi direnovasi, dan lantainya juga penuh abu. Mungkin abu vulkanik Merapi. Dari Prambanan, saya melihat di jauh ada bangunan yang terbuat dari batu hitam mengkilap. Selesai dari Prambanan, rencananya mau kesana tapi makin jalan kok makin sepi, atau aku yang salah jalur jadi tidak jadi pergi.

Berjalan menuju pintu keluar, ada penangkaran rusa. Kita bisa membeli seikat sayur untuk diberikan ke rusa-tersebut. Kemudian terdapat Museum Prambanan yang memiliki koleksi foto penemuan Prambanan. Lebih dekat ke pintu keluar, berjajar penjual souvenir yang benar-benar banyak dan panjang. Tempat penjualan souvenir ini memang sudah diatur, sehingga kita mau tidak mau harus melewatinya juga. Yang bikin lega adalah tidak adanya penjual yang agresif dan memaksa kita untuk beli.

Mie Pontianak
Sepulangnya dari Prambanan, makan siang di Oey. Salah satu rumah makan milik Pak Bondan Winarno, yang terkenal jargonya 'Maknyuss'. Suasana rumah makannya oke. ada pilihan mau makan di dalam atau di garden. Saya memilih makan di taman, begitu duduk di belakang saya ada dapur, jadi terdengar suara masak memasak, di sekitar ditanam pohon-pohon teduh dan bambu-bambu menjulang. Begitu bambu digoyang angin, suasana tempoe doeloe langsung terasa. Untuk makanannya saya memesan Mie Ponti, lumpia dan es lemon. Mie Ponti atau Mie Pontianak itu berupa Mie Pansit dengan capit kepiting yang digoreng ala tempura. Lumpianya berisi lobak putih, awalnya tidak tahu kalau isinya lobak putih untungnya alergi saya tidak kambuh. Untuk service dan suasana resto jempol tapi untuk makanan standar menurut saya.

Jam 4 saya memutuskan naik becak ke Kraton. Pertama nanya mas becak katanya masih buka trus saya minta diantar. Anehnya saya diantar hampir mendekati Kraton dan diturunkan katanya tinggal nyebrang sudah sampai. Oke saya jalan, begitu sampai  di lapangan parkir, ada tukang becak lain datang bilang kalau sudah tutup. Wah, politik juga itu mas becaknya. Akhirnya saya nyari becak untuk mengantar saya ke Pasar Beringharjo dan lagi-lagi terjadi percakapan dengan mas becaknya:

EB : "Mas, antar ke Beringharjo (nama pasar di Malioboro)!"
Mas becak : "Mau beli batik mas, saya antar ke pabriknya aja langsung. Dekat kok."
EB : "Ga usah mas, udah sore capek."
Jalanan Malioboro
Mas becak : "Ke pabrik Bakpia mau. Di situ lebih murah. dekat ke pabrik batik."
EB : "Beringharjo saja mas. Udah capek."
Mas becak : "Kalau ke...(belum selesai ngomong)."
EB : "Tidaaaaaaaak. Malioborooooo."

Pada akhirnya saya nyerah juga, untuk ke Beringharjo mas becaknya bawa saya putar jalan. Sisa hari saya hanya berjalan menyusuri jalanan Malioboro. Beli bakmi jawa lagi, kali ini saya tidak minta ditambahin kecap manis, rasanya enak. Kemudian kembali ke hotel dan menyiapkan ransel untuk pulang keesokan harinya.




Thursday, June 12, 2014

Yogyakarta - Memikat di Setiap Sudut (II)

Magelang, 28 Mei 2014, siang hari dalam perjalanan pulang ke Jogja.

Perjalanan pulang dari Candi Borobudur tidaklah semulus yang saya kira. Awalnya, dari terminal Borobudur menuju Jombor lancar-lancar. Bahkan, kejenakaan sang kenek (yang di samping sopir bertugas mengutip uang) membuat suasana gerah dan bosan di dalam bus cair. Berkali-kali kenek menaik turunkan penumpang, dan sepertinya dia kenal semua yang naik. Terus, kalau turun dia selalu memperingatkan kaki kiri atau kanan (saya lupa) yang harus turun duluan.

Penumpang lain bertanya lagi, "Kalau kaki sebelahnya yang turun duluan kenapa, mas?"
Kenek, "Nanti jadi anak kurang ajar."
Aku hanya tersenyum, entah itu benar atau tidak, tapi itulah kearifan lokal mereka.

Keneknya juga jago bahasa Inggris, begitu mau minta bayaran dari dua bule di belakang, pengucapannya lancar.

Begitu sampai di terminal Jombor, menunggu Trans Jogja ke Malioboro. Di Trans Jogja, aku hanya berdiri, takut kalau duduk luka di lutut terbuka. Ternyata, untuk sampai ke Malioboro, berjam-jam karena macet.

Sampai di hotel di Malioboro, istirahat kilat. Melewatkan makan siang, karena sudah jam 3, (perkiraan saya jam 1) dan masih harus melanjutkan ke Kota Gede. Ada banyak cara ke Kota Gede, tapi akhirnya saya harus memilih taksi ketimbang :
--Naik becak, ke Kota Gede itu lebih kurang 45 menit, tidak tega nengok bapak tua mendayung becak sejauh itu
--Naik Andong, kalau kudanya bisa lari masih ok. Bagaimana kalau kudanya mogok atau galau.
--Naik Trans Jogja, kapok macetnya ditambah Trans Jogja pasti berhenti di halte. Belum tahu dari halte ke Coklat Monggo berapa lama jalan kaki.

Akhirnya, pihak hotel membantu memanggil taksi dan setengah jam kemudian sampailah saya di toko Coklat Monggo.

Toko Coklat Monggo
Pabrik dan toko 'resmi' Coklat Monggo ada di Kota Gede. Kota Gede itu kecamatan di Yogyakarta. Awalnya saya pikir Kota Gede itu kota tetangga Yogya. Jalanannya sempit dan berkelok-kelok, di kanan kiri banyak penjual kerajinan perak. Suasana jalanannya menurut saya seperti jalanan di kota kecil di Eropa. Untungnya saya pakai taksi, jadi tidak kesulitan arah jalan.

Sampai di toko, hanya sekelompok turis yang lagi milih-milih coklat. Tokonya kecil, ada kulkas besar, 2 pelayan, dan rak pajangan. Di samping ada jendela membentang, memperlihatkan dapur tempat pembuatan coklat. Karena saya datangnya kesorean, jadi di dalam kosong melompong. Namun untuk memastikan saya bertanya kepada pelayan apakah saya boleh melihat pembuatan coklat ini. Ternyata untuk menyaksikan pembuatan coklat datangnya harus pagi sampai jam 12.
Dapur Coklat Monggo
Kenapa kalau di Jogja kemana-mana harus pagi-pagi???

Bukan cuman itu, tester coklatnya juga tinggal beberapa jenis. Untungnya stok coklat masih ada. Masing-masing rasa saya beli satu. Favorit aku sih yang dark chocolate 69%. Harganya sih memang tidak murah, tapi untuk kualitas saya rasa pantas. Buktinya, memang enak. Dan Coklat Monggo saya rasa di dunia hanya ada di Jogja.

Saya seharusnya membeli coklat ini sehari sebelum pulang. Soalnya, coklat ini cepat meleleh di suhu panas. Tidak boleh dimasukkan ke bagasi, jadinya saya 'hand carry' terus. Karena coklat ini juga, saya harus menyetel ac hotel hingga yang terendah. Sampai saya deretkan di lantai kamar, supaya tidak saling menimpa. Sebenarnya, pihak hotel menawarkan titip di kulkas mereka, tapi ini berharga. Mahal belum diasuransi!!

Begitu pulang ke hotel, buat janji sama teman untuk makan nanti malam. Tapi karena sejak siang belum makan, langsung keluar mencari makanan. Sebenarnya, dari tadi sudah ada incaran. Di seberang, ada yang jual bakmi jawa, kalau di belokan samping, ada yang jual Mie pansit ayam.

Bakmi Jawa
Pertama, coba bakmi jawa. Karena kebiasaan kalau di Siantar beli mie suruh ditambah kecap manis, di sini tanpa sadar saya menyuruh mbaknya nambah kecap manis (kesalahan saya lagi). Ternyata di sini beli mie kalau kita minta ditambah kecap manis, hasilnya jadi hitam. Tapi, ya tetap saya makan, dari baunya harum khas mie jawa. Untuk masak mie ini, mbaknya pakai arang sebagai bahan bakar. Rasanya sih enak, tapi kemanisan hingga agak pahit karena kecap manis itu.

Mie Pansit Ayam





Kedua, setelah bakmi saya berjalan menuju Mie pansit ayam. Penjualnya keturunan Chinese, ramah. Setelah mie pansitnya datang, saya langsung mencobanya. Mienya buatan sendiri, saya coba enak. Ada pendamping berupa acar timun. Yang tidak tahan itu daging ayamnya yang keasinan. Pokoknya terlalu asin, padahal sudah saya tuang kuah. Jadi saya cuman makan mienya. Pokoknya, mie pansit di Siantar masih jawara!!

Malam hingga tengah malam, keluar bersama teman makan di RM. Raminten. Masakan khas Jawa dengan nama menu-menunya yang eksotis. karena sudah kenyang jadi cuman pesan nasi goreng. Rasanya aman-aman.




Yogyakarta, 28 May 2014

Wednesday, June 11, 2014

Yogyakarta, Borobudur

Terakhir saya melihat Borobudur adalah di acara 'The Amazing Race' dimana pesertanya harus mengelilingi candi dan menghitung jumlah Stupa dan posisi tangannya. 

Karena acara tersebut jugalah, Candi Borobudur masuk dalam 'bucket list' saya. Hari ini, 28 Mei 2014, di sekitar jam 10an, saya dalam perjalanan menunaikan 'bucket list' saya. Perjalanan ke sana lumayan jauh melalui jalan yang tidak bisa dibilang lebar. Namun pemandangan kanan kiri berupa persawahan cukup memanjakan mata, apalagi cuaca panas menyengat.

Sekitar satu jam naik bus, akhirnya sampai di terminal. Untuk mencapai Candi Borobudur, saya harus berjalan lagi cukup jauh. Padahal di terminal, banyak ojek, becak, dan andong yang menawarkan diri namun kutolak karena kupikir jaraknya dekat. Dari pintu masuk, kita harus berjalan lagi melewati lapangan parkir yang luas. Sepanjang perjalanan, banyak penjual minuman, ojek payung, dan jasa potret.

Sampai di loket, beli tiket seharga 30 ribu. Buat warga asing kalau tidak salah 20 dolar. Salah satu keuntungan jadi WNI. 30 ribu sudah termasuk masuk dua museum, naik ke puncak Borobudur. Murah menurut saya.

Pintu masuk candi difoto dari atas
Tanpa buang waktu, saya memberi tiket langsung masuk. Sekali lagi dari loket ke candi masih harus jalan agak jauh. Tapi di kanan kiri ada pohon rindang, kursi taman dimana-mana, ada papan-papan informasi dimana-mana. Banyak yang bisa dijadikan objek foto. Kemudian terlihatlah, bangunan megah yang dibangun pada abad ke-9, Candi Borobudur.

Dibangun jauh sebelum Angkor Wat, Candi Borobudur menjadi salah satu bangunan dengan arsitektur paling mengagumkan yang pernah dibuat oleh manusia. Situs warisan dunia UNESCO ini sendiri menjadi Candi Budha terbesar ke-2 di dunia setelah Angkor Wat. Bangunan yang dibentuk oleh lebih kurang dua juta batu ini disusun dengan sistem interlock, tanpa semen sama sekali. Ditambah ribuan relief sepanjang dinding yang memiliki cerita Sang Budha dan ajaran-ajarannya. Untuk mengikuti ceritanya, masuk melalui pintu timur kemudian berjalan searah jarum jam naik hingga ke puncaknya. Kalau reliefnya disusun maka panjangnya akan mencapai 3 km. Kalau mau dibahas, keajaiban dan kemegahan bangunan ini tidak ada habisnya. Magnet ini juga yang telah membawa wisatawan dari seluruh dunia datang dan menyaksikan sendiri kemegahan bangunan ini.

Kamera ga muat jadi terpotong kanan kiri
Hal pertama yang saya lakukan selain foto-foto, pastinya menyentuh dindingnya untuk pertama kali, kemudian naik tangga langsung ke puncak, cukup bikin ngos-ngosan. Sampai ke puncak, biarpun panas dan badan sudah berkeringat namun pemandangan di sekitaran candi bikin takjub. Gunung-gunung di kanan kiri yang tertutup kabut menyiratkan suasana mistis. Tanpa panjang lebar, kamera langsung beraksi foto sana foto sini. Sekali lagi, saya merasa disini mau foto apa saja, mau foto dimana saja, hasilnya pasti bagus. mau foto patung Budha dari depan, belakang, kiri, kanan semua hasilnya pasti bagus. Mau pakai kamera hp juga hasilnya bagus. Yang cukup susah adalah banyaknya orang sehingga di beberapa foto pasti ada orang lain yang nongol, atau kalau bukan orang, payungnya yang muncul.

Makin ke atas, larangan makin banyak seperti tidak boleh duduk di puncak batunya, dll. Di setiap tingkat ada petugas yang menjaga. Saya pengennya menjulurkan tangan ke dalam stupa, ingin menyentuh patung Budha di dalam membuktikan rumor kalau ada yang bisa menyentuh, ada yang tidak bisa. Tapi karena keringat di tangan bisa merusak batu jadi saya mengurungkan niat. 
Salah satu sudut Candi Borobudur

Di sini juga saya melakukan beberapa kesalahan:
--Kesalahan pertama, seharusnya saya menyewa jasa guide tour sehingga saya tahu cerita-cerita di dinding Borobudur. Soalnya reliefnya cukup susah dilihat.

--Kesalahan kedua, karena terlalu bersemangat, begitu sampai langsung naik ke puncaknya, padahal caranya adalah mengelilingi dari bawah sampai ke atas, sedangkan saya mengelilingi dari atas ke bawah.

--Kesalahan ketiga, lupa pintu masuk dimana. Karena pintu masuk dan keluar beda dan karena saya cukup buta arah. Petunjuknya pakai arah mata angin, jadi saya bingung. Cara terakhir, lihat banyak orang turun, ya ikut aja.

--Kesalahan keempat, lupa bawa baterai kamera cadangan. Untuk pertama kali, saya travel baterai kamera sampai lowbat. 


Begitu selesai di Candi Borobudur, saya langsung menuju Museum Borobudur. Di dalam diceritakan sejarah Candi mulai dari penemuan, perbaikan, dan pembersihan Borobudur. Di sini, kita harus berterima kasih buat semua orang yang telah terlibat dalam penemuan, perbaikan hingga kondisi Borobudur seperti aslinya. Museumnya lengkap, hingga jamur-jamur apa saja yang tumbuh di Candi juga dipamerkan.

Pintu masuk Museum Samudraraksa
Museum kedua, Museum Samudraraksa. Di relief Candi terdapat pahatan yang menggambarkan ketangguhan nenek moyang kita dalam mengarungi Samudra. Kejayaan masa lalu itu juga yang memukau Philip Beale, mantan AL Inggris untuk membuat kapal yang serupa seperti di relief tersebut. Bersama pembuat kapal setempat dan timnya, kapal yang dinamakan Samudraraksa berhasil mengarungi perjalanan dari Jakarta ke Afrika di tahun 2003-2004. Perjalanan ini juga membuktikan betapa nenek moyang kita tangguh dalam hal maritim, membawa kebudayaan kita hingga ke tanah Afrika. Begitu ekspedisi selesai, kapal dikembalikan ke Indonesia, dan dirakit kembali di dalam museum ini. Tahun 2005, museum ini dibuka untuk umum. Semua informasi tentang kapal Samudraraksa lengkap di sini. Jenis kayu yang dipakai hingga peralatan rumah tangga yang digunakan sewaktu perjalanan. Sekali lagi saya terkagum-kagum. 
Suasana pintu keluar Candi Borobudur

Selesai dari museum, saatnya kembali ke Yogyakarta. Sepanjang perjalanan ke pintu keluar, banyak penjual souvenir dan minuman. Bahkan ada turis yang menyebutnya lorong penjual. Kalau anda tidak suka kepadatan, silahkan ambil jalan samping. Tapi saya memilih melewati 'lorong' ini karena ingin melihat-lihat kerajinan tangan penduduk setempat walaupun tidak membelinya (takut rusak di bagasi). Selesai penjual oleh-oleh, kemudian kita juga akan disuguhi penjual makanan. Setelah itu karena malas jalan hingga ke terminal, akhirnya saya memilih naik becak dayung hingga ke terminal.

Taman wisata Borobudur jelas sudah siap dalam segala hal menyambut turis. Dari pintu masuk, hingga pintu keluar semuanya sudah diatur. Menurut penjual souvenir, paling ramai itu waktu sunset, tidak heran sinar matahari pasti menambah kesan mistis. Waktu paling tepat menurut saya mungkin perayaan Waisak. 
Kalau tidak suka panas, dianjurkan pagi-pagi sudah berangkat apalagi pakai transportasi umum.

Borobudur, awesome!!






Monday, June 9, 2014

Yogyakarta - Memikat di Setiap Sudut (I)

Yogyakarta, 28 Mei 2014, pagi hari

Sekali lagi mata ini tertipu mengira hari sudah siang, ternyata masih jam 6 lebih. Aku bangkit dan menatap ke jendela kecil panjang di samping. Jalanan masih sepi, hanya satu dua becak dayung yang melintas jalanan. Lutut kaki terasa sakit karena luka dan semalam duduk di mobil selama 7 jam. Tapi akhirnya berhasil juga berjalan sampai ke kamar mandi. Selesai mandi, saya kembali duduk di ranjang dan mulai menyusun rencana perjalanan hari ini.

7.30, saya mengunci pintu kamar dan turun dua lantai menuju pintu keluar. Akhirnya, untuk pertama kali dalam hidup saya mencoba menjadi 'solo traveler'.

Dari hotel, saya belok ke kiri dan menyusuri jalan lebar perlahan-lahan. Di kanan kiri jalanan hampir semuanya merupakan hotel, homestay, bahkan di gang-gang kecil juga tergantung reklame homestay. Dan hampir semuanya tergantung tulisan 'kamar penuh'. Ternyata memang lagi tanggal merah, jadi turis berdatangan.

Sarapan di Malioboro
Sebenarnya saya mencari sarapan, dan sampai di ujung jalan saya sudah tiba di Malioboro, kawasan wisata. Jalan Malioboro di pagi hari masih sepi. Hanya beberapa becak dayung dan andong (kendaraan yang ditarik kuda) yang beroperasi di Malioboro. Beberapa wisatawan, bahkan backpacker terlihat di Malioboro, mungkin baru sampai di Jogja pagi ini.

Setelah mencari-cari sarapan di Malioboro dan tidak berhasil menemukan sarapan berupa mie. Akhirnya nyerah makan nasi ditambah lauk telur mata sapi, dan ayam opor.

Petunjuk dari mbak di Halte
Selesai makan, saya segera menuju halte Trans Jogja di Malioboro. Trans Jogja buat saya salah satu keberhasilan kota Yogya. Sampai di dalam langsung beli tiket hanya 3000 rupiah, bebas transit sampai manapun. Cara ke Borobudur tinggal tanya mbak/mas penjaga halte dan langsung dikasih kertas ditulisi bus no. berapa sampai dimana. Hanya tiga kali ganti bus.

Bus pertama, agak cepat sampai halte berikutnya. Turun, kemudian tunggu trans Jogja berikutnya. Kebetulan, ketemu pasangan yang juga hendak ke Borobudur. Mereka pegang peta, jadi saya bertanya dari mana dapat petanya. Ternyata di dekat Halte Trans Jogja yang kedua di Malioboro, ada rumah Tourist Information. Sepulang dari Malioboro harus kesana, pikirku.

Jombor, terminal terakhir sebelum menuju Borobudur. Awalnya, cukup bingung mencari nama bus yang diberikan oleh mbak di halte tadi. Kemudian ada yang berteriak, "Borobudur, Borobudur!!". Tanpa menunggu saya langsung naik. Busnya berukuran sedang, kondisi tidak bisa dibilang bagus, namun juga tidak buruk. Penumpang penuh, bus baru berjalan.

Dan sambil menunggu inilah yang saya lihat.
-- Tukang koran masuk, membagi-bagi koran dengan menjemurnya di kursi. Sambil berteriak berita utama hari ini. Kalau anda tertarik silahkan ambil koran tersebut dan bayar. Kalau tidak mau beli, biarkan saja koran tersebut, nanti diambil kembali.
-- Penjual kue basah, seperti bakpao, dll.
-- Penjual kacang dan jajanan lainnya.
-- Pengamen. Ini yang paling berkesan. Pengamen disana tidak nyanyi lagu-lagu pop atau yang lagi populer. Tapi pengamen ini nyanyi lagu tentang pagi hari di Jogja. Langsung berasa Jogjanya.

Memang inilah yang saya harapkan dari Jogja, penduduknya, sarana prasarana, budayanya. Dan ini terjadi belum sehari saya di Jogja.

Kemudian bus mulai berjalan. Membawa saya menuju salah satu Keajaiban Dunia, di sini, di Indonesia.



bersambung....

Sunday, June 8, 2014

Escape to Karimunjawa (end)

Karimunjawa, 27 Mei 2014

Hari terakhir di Karimunjawa, flash back ke bulan-bulan sebelumnya ketika kita merencanakan perjalanan ini. Dan hari ini kita harus mengakhirinya. Belum tahu kapan akan kembali ke sini lagi. Indonesia punya ratusan ribu pulau dan Karimunjawa hanyalah satu titik kecil dari keindahan Indonesia. Dan disini juga saya baru sadar harus lebih memperdalam kemampuan berenang, belajar diving, dan 'banana boat??''
Keindahan alam, penduduk yang ramah, makanan yang fresh menutupi semua kekurangannya. Selama di Karimunjawa juga tidak ada yang sakit. Tidak ada yang mengeluh ini dan itu.

Hanya sedikit saran buat yang mau kesana, siapkan cemilan yang banyak. Siapkan mental juga, karena apapun bisa terjadi disana.

Siapkan juga flash disk untuk memindahkan foto dari tour guide, dan ga perlu skill foto yang hebat. Di Karimunjawa, semuanya photogenic, mau difoto pake kamera sejelek apapun hasilnya pasti cantik. Pencahayaan disana sudah cukup kuat. Pake kamera ponsel saja sudah cantik. Apapun bisa difoto.
Hanya satu saja, jangan goyang saat foto.

Selesai sarapan, kita berangkat ke pelabuhan menunggu jemputan kapal. Kejutan terakhir, kita dapat kursi VVIP. Tapi tetap saja, biarpun VVIP, goyangan kapal pasti bikin mual, untung sudah makan obat mabuk.

Siang hari, sampai di Jepara. Makan siang di kota Kudus, kemudian perjalanan dilanjutkan ke Yogyakarta.
Nasi Gudeg khas Jogja
Tujuh jam perjalanan melewati berbagai kota, Kudus, Semarang, dll, akhirnya sampai di kota Yogyakarta. Sampai disana kita makan di RM.Gudeg Sagan, mencoba makanan khas Yogyakarta. Gudegnya seperti nangka yang dikecapin, jadi warnanya hitam dan manisss.

Selesai makan, saya berpisah dengan yang lain karena melanjutkan 4 hari sisa perjalanan saya, sendirian.
Sampai di hotel yang kamarnya kecil, kamar mandi di luar dengan harga terjangkau. Karena sudah malam, capek saya hanya sempat gosok gigi, cuci muka dan langsung tidur.


Yogyakarta, malam hari 27 Mei 2014

Saturday, June 7, 2014

Escape to Karimunjawa (V)

Seharusnya hari ini kita sudah pulang dan melanjutkan perjalanan masing-masing. Namun karena cuaca buruk, kita 'terdampar' sehari lagi di Karimunjawa.

Paginya selesai packing, dengan kapal kita dibawa ke 'darat' Karimunjawa. Dibawa ke rumah guide tour dimana kita makan siang. Setelah itu kita dibawa ke 'hotel baru' kita, Omah Alchy. Penginapan disini lebih oke pastinya. Karena kita berenam nyewa dua kamar jadinya harga dibagi lebih murah. Boleh dibilang semua lengkap disini, AC, toilet, TV, bahkan ada novel juga tapi dalam bahasa asing. Tersedia kano, di ujung dermaga tersedia kursi pantai, bahkan ada bar kecil. Tapi semua ini hanya satu hari saja kita nikmati.
Sorenya yang lain pada berkano ria, aku sendiri hunting foto, sunset dll.

Jajanan dari hasil laut
Menu makan malam
Malamnya kita pergi ke alun-alun kota. Semacam lapangan, trus ada yang jualan cenderamata, makanan, minuman, jajanan. Untuk makan malam kita mencari lobster. Akhirnya dapat ibu yang jualan lobster, tinggal tiga lobster yang tersisa. Lagi asyik menawar harga, eh di belakang tiba-tiba muncul seorang ibu yang berani bayar harga awal lobster. Jadinya kita langsung ambil saja, tidak berani menawar lagi.

Sambil menunggu lobster, udang pari, dan cumi dipanggang, kita berkeliling alun-alun mencari oleh-oleh dan jajanan. Ada jajanan sosis, kroket, dll yang semuanya dibuat dari hasil laut. Aku mencoba jus rumput laut yang menggunakan sirup jagung, rasanya agak pahit. Kemudian membeli oleh-oleh.

Salah satu sudut alun-alun
Selesai keliling kita kembali untuk makan. Tikar digelar kemudian makanan disajikan ditengah-tengah. Lobster dan udangnya sudah pasti fresh. Jadi ga ada komentar buat makanannya. Cuminya yang mungkin kemahalan. Minuman pendamping adalah air kelapa.

Selesai makan, kita kembali ke penginapan. Kabar baiknya adalah besok kapal sudah bisa berangkat.

Karimunjawa, 26 Mei 2014


wordt vervolgd.....





Friday, June 6, 2014

Escape to Karimunjawa (IV)

Tanggal 25, hari ketiga di Karimunjawa.

Selesai sarapan, langit mendung. Kemudian hujan deras, hampir mirip badai dan semuanya mengungsi ke kamar. Sekitar satu jam kemudian, hujan berhenti.

Hari ini, kegiatannya adalah diving. Tapi yang ikut cuman lima orang teman saya. Saya belum berani ikut.
Siap siap (ga jadi) diving
Guide divingnya datang dan briefing sesaat tentang cara-cara diving. Setelah selesai, kami dibawa ke laut di dekat Pulau Menjangan (lupa ntah yang besar atau kecil). Sekali diving itu dua orang ditambah guidenya. Diver pertama dua orang turun, sesaat kemudian naik kembali, trip kedua turun kemudian naik. Trip ketiga tinggal satu orang. Karena tabung oksigen masih sisa, aku tiba-tiba ingin ikut. Oke, wet suit dipakai, pemberat dipasang, tabung oksigen dipasang. Turun ke laut yang masih dangkal, tiba-tiba rasa takut datang, hidung ga enak ditambah guidenya bilang "kalau pilek nanti dibawah kepala akan sakit". Jadinya saya batal.

Sebenarnya rasa takut ini mungkin karena diving tiba-tiba langsung ke lapangan. Aku sih maunya belajar diving dari awal sampai mendapat license.
Dari teman sih katanya diving di dalam pemandangannya keren.

Sambil menunggu, jadinya snorkeling sendirian, lagian airnya lebih jernih dibanding spot kemarin. Dan kali ini tidak pakai baju pelampung sama sekali. Ternyata memang tidak apa-apa, cuman kaki harus bergerak terus.
Teman lainnya sambil menunggu, berburu ikan pari. Hasilnya dapat dua pari, satu ikan kecil.

Makan siang di Pulau Menjangan, pasirnya memang tidak seindah pantai kemarin. Tapi disini ada Resort, tidak ramai. Suasananya tenang, bahkan kita bisa kano keliling pulau. Menu makan siang salah satunya pari yang ditangkap, dibakar. Rasanya fresh ditambah sambal. Penutupnya adalah buah semangka.

Selesai makan, kami dibawa ke sebuah penangkaran ikan hiu. Tempatnya dekat dengan Wisma Apung. Mungkin hanya 10 menit naik kapal. Penangkaran disini lebih besar dan lebih lengkap. Ikan hiunya lebih besar dan warnanya lebih gelap. Untuk berenang bersama ikan hiu, kita harus bayar. Dari kita enam, cuman tiga orang yang masuk dan berenang.


Aku ada disini???? 
Di penangkaran sini juga tersedia permainan banana boat, jump boat. Akhirnya kita berenam coba banana boat. Ini PERTAMA kali aku naik banana boat. Begitu naik pegangan banana boat dipegang erat. Didepan ada speed boat yang menarik. Pelan-pelan, kemudian tiba-tiba cepat dan boat yang kita naiki terbalik. Aku masih memegang erat pegangannya, sedangkan yang lain semua melepas pegangan dan sudah terapung di atas laut. Jadilah tinggal aku yang diseret terus mungkin 30 detik sampai yang bawa speedboat menyadari ada aku yang masih tertinggal. Rasanya diseret itu sesak, teman lain sudah pada horor nengok aku terseret apalagi di bawah ada karang dan bulu laut yang tersebar. Untungnya tidak terjadi apa-apa. Sisa 15 menit aku hanya duduk di samping supir speedboat, tinggal teman lainnya yang bermain speedboat.

Pelajarannya kalau naik speedboat, jangan pegang terus tuh pegangan kalau jatuh dilepas saja kan uda pakai pelampung. Dan yang terpenting, mungkin untuk waktu lama aku tidak akan mencoba banana boat lagi. Kalau ga salah, di sini juga salah satu teman tertusuk bulu babi lagi. Dan habis jadi tontonan turis. Memang tidak berhasil naik banana boat tapi aku sudah berhasil diseret bersama banana boat. Keren!!
Foto bersama ikan buntel


Selesai banana boat, kita ke penangkaran sebelah. Di sini tersedia ikan buntel (yang bisa mengembang dan berduri seperti ikan fugu), penyu, hiu pari. Untuk berfoto kita harus bayar 5000 rupiah. Kalau foto dengan penyu terlalu berat, jadinya aku pilih foto dengan ikan buntel. Petugas disana memijat-mijat ikannya hingga mengembang kemudian kupegang. Kalau tajam sih enggak, seperti pegang buah durian hanya disini ikan berdenyut-denyut dan bisa mengempis. Kalau mengempis harus dimasukkan ke air lagi.

Sorenya kami kembali ke Wisma, selesai mandi berita buruk itu datang. Besok cuaca buruk dan kapal tidak bisa jalan. Seharusnya besok kita sudah kembali ke Jepara. Aku pergi ke Yogya dan kawan ada yang balik naik pesawat. Selama ini memang tidak terpikir akan cuaca di laut. Kalau saya sih, ruginya satu hari di Yogya harus hangus. Tapi tiga kawan lain terpaksa harus mengganti jadwal penerbangan, karena sudah terlanjur membeli tiket pulang. Parahnya lagi, tidak ada kepastian kapan kapal bisa berangkat lagi karena cuaca disana ternyata tiap hari diupdate, tidak bisa tahu cuaca dua hari kedepan. Yang mau ke Karimunjawa tidak bisa datang, yang mau pulang dari Karimunjawa juga tidak bisa berangkat. Jadi besok kita benar-benar terisolasi.

Selesai mengurus tiket, menelepon ke rumah, kita semua sepakat besoknya pindah penginapan.

Makan, tidur dan menunggu keesokan harinya. Mungkin hujan di pagi hari itu pertanda. Siapa yang tahu??

ser continuado...

Thursday, June 5, 2014

Escape to Karimunjawa (III)

Hari kedua di Karimunjawa
Niatnya sih mau motret sunrise tapi baru bangun jam 6, mataharinya sudah keburu naik dan tertutup awan. Di sana jam 6 uda kayak jam 7 di Siantar. Mata otomatis sudah terbuka karena terang. Di luar masih sepi, tetangga masih pada tidur.

Jam 7 sarapan disiapkan, kalau tidak salah sarapannya nasi soto khas Jawa (tanpa santan namun beraroma rempah).
Selesai makan bersiap-siap menunggu kapal yang akan membawa kita keluar sampai sore nanti.
Siap-siap bersnokeling
Kapal akhirnya datang dengan dua awak kapal dan meluncurlah kita. Selama perjalanan yang nampak hanya air dan pulau-pulau kecil. Yang indah adalah warna air lautnya, mulai dari warna biru muda, tua, setengah muda, setengah tua semua ada.

Spot pertama tempat snorkel itu di Pulau Burung. Airnya hangat dan berwarna biru gelap. Pakai kaki bebek, pasang kacamata plus pipa disamping(yang agak sulit digunakan) dan... tunggu semua kawan sepakat buka pelampung dan terjun begitu saja. Aku yang baru pertama kali snorkel belum berani mencopot baju pelampung. Dan kita terjun ke laut, salah satu mas yang dikapal juga ikut turun sambil menenteng kamera, beliau yang bertugas memfoto-foto kita selama di Karimunjawa (sudah termasuk paket tour).

Renang di laut itu rasanya kayak di kolam, hanya di laut airnya hangat dan ada ombak yang menghantam setiap saat. Untungnya cuaca cerah dan ombak tenang. Selesai adaptasi, barulah saya snorkeling. Kawan-kawan sudah renang jauh, sudah naik turun. Sial, tahu gitu dulu aku tamatin les renangku.

Cukup lama kita bermain di sana, foto-foto satu persatu. Karena aku pakai pelampung, jadinya susah difoto di dalam. Di dalam karang tersebar dimana-mana, namun ikan-ikan kecil tidak begitu banyak.

Menu makan siang
Menjelang siang kita naik dan dibawa ke pantai di sebuah pulau (lupa namanya). Kita dibiarkan bermain di pantai, sedangkan kedua mas awak kapal menyiapkan makan siang. Pantainya cukup ramai mulai dari turis lokal maupun luar. Pasirnya sudah pasti lembut, airnya bening bebas bulu babi. Ya udah, berenang kesana kemari, duduk di pantai dijemur panasnya matahari siang. Kebetulan, tidak bawa gadget jadinya cuman duduk memandang orang bermain di pantai.

Makan siang sudah siap. Tikar digelar agak jauh dari pantai. Ikan-ikan yang baru ditangkap dibakar didampingi dua macam sambal trus sayurnya kacang panjang+tempe ditauco. Minumnya air mineral. Walaupun ala kadarnya, namun freshnya ikan sudah cukup bikin lahap.

Selesai makan, istirahat, kita dibawa ke pantai Tanjung Gelap. Sewaktu ke sana kapal kita harus melewati hujan deras sampai kita harus menunduk. Sampai disana, cuaca berubah cerah. Kapal merapat ke pantai, dan untuk snorkeling kita berenang dari pantai sampai tengah. Nah, kali ini nekad ikut teman ga pake baju pelampung renang ke tengah laut. Dari pantai sih oke, sudah agak jauh kok ombaknya kencang, tubuh terangkat sesuai ombak. Akhirnya balik ke kapal ambil baju pelampung kemudian kembali ke tempat teman-teman pada ngumpul.

Kawan-kawan pada ngumpul di tempat air yang warnanya gelap, kukira dalam jadi kaki bebas menggoyang, tenyata air yang warnanya gelap itu dangkal 'banget'. Akibatnya lutut kaki tergores karang-karang, asal mau berenang pasti tergores. Malah air yang warnanya bening itu justru agak dalam. Jadi ketipu sama alam. Sampai tulisan ini dibuat luka masih dalam proses penyembuhan.

Salah satu pemandangan bawah laut
Puas bermain air, kita ke pantai duduk di rumah makan di pinggir pantai minum air kelapa muda, makan gorengan. Setelah itu kita diantar balik ke penginapan. Di penginapan, acara berlanjut ke penangkaran hiu milik Wisma Apung. Berburu hiu pari, berfoto-foto bersama bintang laut, mengejar-ngejar hiu (bukan saya yang mengejar).

Selesai bermain, mandi, makan, kemudian tidur menunggu keesokan harinya.

å¾…ç»­...


Wednesday, June 4, 2014

Escape to Karimunjawa (II)

Jam 4 sore, hari pertama di Karimunjawa. Acara snorkeling dll baru dimulai esok harinya. Jadi sisa hari ini bebas. Di sekeliling penginapan yang ada hanya laut. Hiburan paling menghibur di penginapan adalah kolam ikan yang didalamnya berisi anak hiu (jinak), ikan buntel, hiu pari, bintang laut, dan ikan-ikan belang kecil yang (katanya) mengigit. Lebih pilih berenang di luar aja.

Sunset di Karimunjawa
Akhirnya kita berenam memilih untuk berenang di sekitar penginapan. Biar aman, aku nanya sama pemilik penginapan boleh berenang ga, katanya boleh cuman pake selop takutnya kena bulu babi. Selop sih ada, hanya kan repot kolo berenang pake selop, pasti lepas.

Lima orang temanku turun satu persatu. Aku masih mengamati keadaan, sudah lama ga berenang. Tapi bukan itu masalahnya. Masalah utamanya adalah bulu babi yang bertebaran dimana-mana seperti ranjau. 
Kawan-kawan paling depan 'buka jalan', jadi aku ikutin aja dari belakang. tapi sial, mereka lebih cepat sebentar saja jarak saya dengan mereka sudah jauh. Mau balik ke penginapan juga jaraknya sudah cukup jauh. Dan inilah yang terjadi:

Kawan 1 : Awas disini ada bulu babi!!
Saya : Apa!!
Kawan 2 : (dari arah lain) Di sini juga ada bulu babi!!!
Saya : Apaa!! (mampus nih)
Kawan 1 : Disini ada bulu babi lebih banyak, hati-hati!!
Saya : Apaaaaaaaaaaaaaa......

Akhirnya saya nekad balik ke penginapan dibantu kawan-kawan. Salah satu kawan terkena duri bulu babi di kakinya. Jadi serba salah. Yang pertama kita cari pasti mas pemilik penginapan. Ternyata reaksinya tenang-tenang saja. 
Suasana (malam atau pagi??) di penginapan
Begini tipsnya kalau terkena duri bulu babi:
..Jangan mencoba mengeluarkan durinya, nanti durinya makin masuk kedalam.
..Ditekan-tekan aja, nanti hancur sendiri dan darah akan mendorongnya keluar.
..Untuk mengurangi rasa sakit pakai air seni.

Pelajaran pertama dari Karimunjawa, jangan main-main dengan bulu babi. Bulu babinya juga banyak macam ternyata, ada yang beracun. Warnanya juga bukan hanya hitam, ada yang putih. Durinya juga bukan hanya pendek, yang panjang 30 cm juga ada. Jadi jangan main-main.
Sejak itu juga, saya hanya turun ke laut kalau kaki pakai kaki bebek

Jam 6 di Jawa Tengah sudah gelap seperti jam 7 di Siantar.
Jam 6, genset dihidupkan saatnya ngecas gadget sambil menunggu makan malam jam 7 kemudian tidur.


to be continued...

Tuesday, June 3, 2014

Escape to Karimunjawa (I)

Perjalanan ke Karimunjawa dimulai dari pagi hari di Semarang. Setelah makan pagi kita berenam menyewa mobil menuju pelabuhan di kota Jepara. Karena jalanan lagi diperbaiki target 2 jam akhirnya molor menjadi 3 jam. Sesampainya di pelabuhan kita menunggu kapal datang lagi. Sambil menunggu kita nyari kantin duduk sambil makan mie instant sebagai makan siang.
Selfie sebelum naik kapal

Lebih kurang jam 2 kapal akhirnya datang. Memasuki kapal, di dermaga kita menyempatkan diri berselfie dengan tongsis. Mukanya masih ceria dengan senyum lebar. Kemudian kita memasuki kapal dan saya mendapatkan tempat duduk dekat jendela. Wah, asyik nih pikirku, nunggu kira-kira setengah jam kapal akhirnya berangkat. Beberapa menit ke depan masih bercanda-bercanda sama kawan. Bahkan beberapa kawan sempat ke lantai atas kapal, tapi tidak sampai lima menit sudah turun kembali karena kapal yang bergoyang cukup kencang ke kanan dan kiri. Setengah jam kemudian saya akhirnya meminta obat anti mabuk, denger lagu, dan mata tertutup. Dari jendela kapal bahkan terciprat air laut. Belum lagi nengok penumpang lain sudah ambil posisi dekat toilet. Belum lagi, karena dekat ac hembusannya terasa kencang di perut. Seakan belum cukup, pihak kapal memutar film di depan. Gimana kepala ga mau pusing, perut ga mau kembung??

Satu jam berlalu, kapal belum juga mendarat. Perut sudah ditutup dengan tas, di dalam otak terus terngiang kalimat "jangan muntah,jangan muntah", di dalam tas sudah ada tas kresek. Bau minyak kayu putih sudah tercium dari belakang.

Akhirnya, mesin kapal dihentikan setelah 2 jam. Rasanya lega, soalnya bau mie instan makan siang tadi sudah tercium, mungkin sudah naik ke tenggorokan. Kalau kapal berjalan lebih lama, sudah bisa dipastikan keluar (baca:muntah).

Begitu keluar kapal angin sore berhembus dan cuaca cukup bersahabat. Terlihat muka-muka pucat penumpang lain. Untung saja kita naik kapal ekspress 2 jam, bayangkan naik kapal lambat 5 jam???
Naik kapal 'sedang' ke Wisma Apung

Sesampainya disana kita dijemput pihak tour dengan mobil untuk kemudian dibawa ke dermaga yang lebih kecil. Yang bawa mobil juga tidak kalah kencang dengan naik kapal. Belok kiri tajam, belok kanan tajam, ngerem mendadak. Untung bukan dua jam.

Letak Wisma Apung 
Dari dermaga kita naik kapal ukuran sedang, body dari kayu tapi bermesin. Dengan kapal tersebut, kita menuju Wisma Apung, 'hotel' tempat kita menginap. Sekita 15 menit kita sampai. Sesuai namanya, 'hotel' ini terapung di tengah laut. Semuanya terbuat dari kayu, penopang bangunan, lantai dan dinding, kamar semua dari bahan kayu.
Salah satu sudut kamar

Di bawah terdengar aliran air laut yang memukul-mukul kayu. Itu masih pemanasan, kemudian kita mengecek kamar. Kamarnya kecil dialasi karpet hijau. Karpetnya untuk menyerap air laut dari bawah. Di atas karpet ada kasur untuk dua orang diletakkan tanpa penopang jadi bahasa kasarnya 'tidur di lantai'. Tapi buat aku tidak masalah. Di dinding tergantung cermin dengan bingkai yang ukirannya rumit, bingkainya lebih besar dari cerminnya. Di atasnya tergantung kipas angin kecil. Di samping cermin ada saklar lampu dan colokan dua buah ditambah accesoris cok sambung yang tidak berfungsi lagi.

Nah, bintangnya adalah kamar mandinya. Di belakang kamar ada pintu menuju kamar mandi, di dalamnya ada jendela terbuka langsung tanpa apa-apa yang menghadap kelaut. Di langit-langit ada tali untuk menjemur baju. Lantainya terbuat dari kayu yang tersusun jarang, jadi antara satu kayu dengan kayu lain ada lobang. Di tengah adalah jamban ditahan dengan papan, lobang jamban langsung terhubung ke bawah laut. Wow, silahkan dibayangkan sendiri. Kalau lagi pasang, air laut akan muncrat ke atas, terus kadang-kadang ada kepiting kecil yang merayap ke atas.
Katanya di bawah ada ikan pemakan kotoran, tapi saya tidak pernah perhatikan ikannya makan kotoran.

Listrik berasal dari genset yang hanya hidup dari jam 6 sore sampai jam 4 pagi.

Petualangan di Karimunjawa telah dimulai, Lol!!!

bersambung....

Monday, January 27, 2014

Nian, Barongsai Legend

Sumber gambar : ChinaA2Z.com
Nian adalah hewan buas dalam legenda yang sanggup menelan sejumlah orang sekaligus karena mulutnya yang besar. Konon, menurut mitos Nian setiap tahun baru (Imlek) akan memangsa hewan maupun  manusia.

Ada banyak legenda dan mitos mengenai hewan satu ini. Ada yang menyebut sang 'dewa' turun dan menjelma menjadi orang tua kemudian mengusir hewan ini dengan cara menyalakan mercon sehingga menimbulkan suara keras yang akhirnya membuat Nian mundur ketakutan.

Ada juga mitos yang menyebutkan Nian ketakutan melihat seorang anak berpakaian merah.

Mitos lainnya, Nian lari ketakutan ketika ada sawah yang terbakar di desa yang hendak diserangnya.
Jadi, 'mercon' dan warna 'merah' sampai sekarang masih diidentikkan dengan perayaan Imlek.
Dan asal kata 'Guo Nian' (melewati tahun baru) dulu artinya adalah 'melewati (selamat) dari Nian'.

Nasib akhir Nian, menurut mitos (lagi) diubah menjadi gunung oleh seorang pendeta Tao. Dan sekarang lebih kita kenal dengan "Barongsai".