Pages

Wednesday, June 11, 2014

Yogyakarta, Borobudur

Terakhir saya melihat Borobudur adalah di acara 'The Amazing Race' dimana pesertanya harus mengelilingi candi dan menghitung jumlah Stupa dan posisi tangannya. 

Karena acara tersebut jugalah, Candi Borobudur masuk dalam 'bucket list' saya. Hari ini, 28 Mei 2014, di sekitar jam 10an, saya dalam perjalanan menunaikan 'bucket list' saya. Perjalanan ke sana lumayan jauh melalui jalan yang tidak bisa dibilang lebar. Namun pemandangan kanan kiri berupa persawahan cukup memanjakan mata, apalagi cuaca panas menyengat.

Sekitar satu jam naik bus, akhirnya sampai di terminal. Untuk mencapai Candi Borobudur, saya harus berjalan lagi cukup jauh. Padahal di terminal, banyak ojek, becak, dan andong yang menawarkan diri namun kutolak karena kupikir jaraknya dekat. Dari pintu masuk, kita harus berjalan lagi melewati lapangan parkir yang luas. Sepanjang perjalanan, banyak penjual minuman, ojek payung, dan jasa potret.

Sampai di loket, beli tiket seharga 30 ribu. Buat warga asing kalau tidak salah 20 dolar. Salah satu keuntungan jadi WNI. 30 ribu sudah termasuk masuk dua museum, naik ke puncak Borobudur. Murah menurut saya.

Pintu masuk candi difoto dari atas
Tanpa buang waktu, saya memberi tiket langsung masuk. Sekali lagi dari loket ke candi masih harus jalan agak jauh. Tapi di kanan kiri ada pohon rindang, kursi taman dimana-mana, ada papan-papan informasi dimana-mana. Banyak yang bisa dijadikan objek foto. Kemudian terlihatlah, bangunan megah yang dibangun pada abad ke-9, Candi Borobudur.

Dibangun jauh sebelum Angkor Wat, Candi Borobudur menjadi salah satu bangunan dengan arsitektur paling mengagumkan yang pernah dibuat oleh manusia. Situs warisan dunia UNESCO ini sendiri menjadi Candi Budha terbesar ke-2 di dunia setelah Angkor Wat. Bangunan yang dibentuk oleh lebih kurang dua juta batu ini disusun dengan sistem interlock, tanpa semen sama sekali. Ditambah ribuan relief sepanjang dinding yang memiliki cerita Sang Budha dan ajaran-ajarannya. Untuk mengikuti ceritanya, masuk melalui pintu timur kemudian berjalan searah jarum jam naik hingga ke puncaknya. Kalau reliefnya disusun maka panjangnya akan mencapai 3 km. Kalau mau dibahas, keajaiban dan kemegahan bangunan ini tidak ada habisnya. Magnet ini juga yang telah membawa wisatawan dari seluruh dunia datang dan menyaksikan sendiri kemegahan bangunan ini.

Kamera ga muat jadi terpotong kanan kiri
Hal pertama yang saya lakukan selain foto-foto, pastinya menyentuh dindingnya untuk pertama kali, kemudian naik tangga langsung ke puncak, cukup bikin ngos-ngosan. Sampai ke puncak, biarpun panas dan badan sudah berkeringat namun pemandangan di sekitaran candi bikin takjub. Gunung-gunung di kanan kiri yang tertutup kabut menyiratkan suasana mistis. Tanpa panjang lebar, kamera langsung beraksi foto sana foto sini. Sekali lagi, saya merasa disini mau foto apa saja, mau foto dimana saja, hasilnya pasti bagus. mau foto patung Budha dari depan, belakang, kiri, kanan semua hasilnya pasti bagus. Mau pakai kamera hp juga hasilnya bagus. Yang cukup susah adalah banyaknya orang sehingga di beberapa foto pasti ada orang lain yang nongol, atau kalau bukan orang, payungnya yang muncul.

Makin ke atas, larangan makin banyak seperti tidak boleh duduk di puncak batunya, dll. Di setiap tingkat ada petugas yang menjaga. Saya pengennya menjulurkan tangan ke dalam stupa, ingin menyentuh patung Budha di dalam membuktikan rumor kalau ada yang bisa menyentuh, ada yang tidak bisa. Tapi karena keringat di tangan bisa merusak batu jadi saya mengurungkan niat. 
Salah satu sudut Candi Borobudur

Di sini juga saya melakukan beberapa kesalahan:
--Kesalahan pertama, seharusnya saya menyewa jasa guide tour sehingga saya tahu cerita-cerita di dinding Borobudur. Soalnya reliefnya cukup susah dilihat.

--Kesalahan kedua, karena terlalu bersemangat, begitu sampai langsung naik ke puncaknya, padahal caranya adalah mengelilingi dari bawah sampai ke atas, sedangkan saya mengelilingi dari atas ke bawah.

--Kesalahan ketiga, lupa pintu masuk dimana. Karena pintu masuk dan keluar beda dan karena saya cukup buta arah. Petunjuknya pakai arah mata angin, jadi saya bingung. Cara terakhir, lihat banyak orang turun, ya ikut aja.

--Kesalahan keempat, lupa bawa baterai kamera cadangan. Untuk pertama kali, saya travel baterai kamera sampai lowbat. 


Begitu selesai di Candi Borobudur, saya langsung menuju Museum Borobudur. Di dalam diceritakan sejarah Candi mulai dari penemuan, perbaikan, dan pembersihan Borobudur. Di sini, kita harus berterima kasih buat semua orang yang telah terlibat dalam penemuan, perbaikan hingga kondisi Borobudur seperti aslinya. Museumnya lengkap, hingga jamur-jamur apa saja yang tumbuh di Candi juga dipamerkan.

Pintu masuk Museum Samudraraksa
Museum kedua, Museum Samudraraksa. Di relief Candi terdapat pahatan yang menggambarkan ketangguhan nenek moyang kita dalam mengarungi Samudra. Kejayaan masa lalu itu juga yang memukau Philip Beale, mantan AL Inggris untuk membuat kapal yang serupa seperti di relief tersebut. Bersama pembuat kapal setempat dan timnya, kapal yang dinamakan Samudraraksa berhasil mengarungi perjalanan dari Jakarta ke Afrika di tahun 2003-2004. Perjalanan ini juga membuktikan betapa nenek moyang kita tangguh dalam hal maritim, membawa kebudayaan kita hingga ke tanah Afrika. Begitu ekspedisi selesai, kapal dikembalikan ke Indonesia, dan dirakit kembali di dalam museum ini. Tahun 2005, museum ini dibuka untuk umum. Semua informasi tentang kapal Samudraraksa lengkap di sini. Jenis kayu yang dipakai hingga peralatan rumah tangga yang digunakan sewaktu perjalanan. Sekali lagi saya terkagum-kagum. 
Suasana pintu keluar Candi Borobudur

Selesai dari museum, saatnya kembali ke Yogyakarta. Sepanjang perjalanan ke pintu keluar, banyak penjual souvenir dan minuman. Bahkan ada turis yang menyebutnya lorong penjual. Kalau anda tidak suka kepadatan, silahkan ambil jalan samping. Tapi saya memilih melewati 'lorong' ini karena ingin melihat-lihat kerajinan tangan penduduk setempat walaupun tidak membelinya (takut rusak di bagasi). Selesai penjual oleh-oleh, kemudian kita juga akan disuguhi penjual makanan. Setelah itu karena malas jalan hingga ke terminal, akhirnya saya memilih naik becak dayung hingga ke terminal.

Taman wisata Borobudur jelas sudah siap dalam segala hal menyambut turis. Dari pintu masuk, hingga pintu keluar semuanya sudah diatur. Menurut penjual souvenir, paling ramai itu waktu sunset, tidak heran sinar matahari pasti menambah kesan mistis. Waktu paling tepat menurut saya mungkin perayaan Waisak. 
Kalau tidak suka panas, dianjurkan pagi-pagi sudah berangkat apalagi pakai transportasi umum.

Borobudur, awesome!!






No comments:

Post a Comment